... it's a damn blog !! ...: Calon Isteri Seperti Apa Yang Diidamkan Pria?

17.5.05

Calon Isteri Seperti Apa Yang Diidamkan Pria?

Dalam sebuah seminar gombal bertema " Calon Isteri Seperti Apa Yang Diidamkan Pria ?" yang diselenggarakan oleh Yayasan Bina Keluarga, terlontar berbagai kriteria menarik.
Hadirin...pria menyerukan: cantik, putih, mulus, sabar, pinter, pandai bergaul, pengertian, setia, berkepribadian menarik, kaya, dan pandai bersolek.
Hadirin....wanita meneriakkan protes: "Tuntutan setinggi itu tak akan mampu dipenuhi oleh wanita manapun. Jika kalian ngotot, silakan bermimpi dan menjadi bujang lapuk hingga masuk liang lahat."
Protes balik menggema dari kubu pria: "Jangan kira semua wanita seperti kalian. Harusnya kalian bersyukur diberi kesempatan untuk mengikuti diskusi ini, demi mengetahui trik mendapatkan jodoh!"
Seminar yang diharapkan dapat memperbaiki guratan takdir tuk menemukan pasangan yang sesuai harapan, berakhir dengan keributan. Diskusi menjadi ajang saling ejek, di mana masing-masing kelompok (tentu saja!) membela kehebatan jenis kelamin masing-masing. Sesaat sebelum pekik-pekik sexist itu berubah menjadi kericuhan, tiba-tiba mereka sadar bahwa sejak tadi ada seorang pria separuh baya yang hanya bungkam seribu bahasa.

Menuruti desakan, akhirnya pria separuh baya tsb menyampaikan bahwa semua kriteria di atas sama sekali tak cukup baginya. Sekarang histeria melanda dua kubu. Mereka berkomentar sadis: " Mentang-mentang sudah pernah mencicipi wanita!". Pria tadi mengakui, sebagai duda, dia memang pernah merasa kan hidup bersama wanita. Tapi setelah perceraian bertahun-tahun lalu, dia sadar seorang wanita tak akan cukup dinikmati hanya dengan kriteria di atas saja.
Sebelum para peserta diskusi makin emosi, dia katakan bahwa wanita yang memenuhi semua syarat di atas pastilah orang yang cukup hebat. Kenyataannya, pria mana yang tak tergiur oleh wanita cantik dengan titel berderet, tapi syaraf hasratnya legowo dan tidak neko - neko ?
Dia pun tak menolak disodori wanita macam itu. Lalu dia berujar " Tapi, ah... tunggu dulu! Sebaiknya saya cocokkan, apakah dia memiliki kriteria seperti yang akan saya sebut ini:
Singkirkan wanita yang mengepulkan asap rokok dan menjentikkan abu sembarangan (jika ia perokok), keluar dari kamar mandi tanpa mematikan lampu atau meremas bungkus permen dan membuangnya di sembarang tempat. Saya berhak mendapat wanita yang cukup cerdas untuk mengerti bahwa membuang energi listrik dan membuang sampah sembarangan akan membuat bumi ini tertatih-tatih. Jika ia pelakunya, silakan cari pria lain.
Kencan dengan wanita cantik memang sangat menyenangkan. Perputaran waktu 24 jam sehari ternyata terlalu singkat. Hati pun tambah tenang ketika ketika ia menatap dengan tatapan penuh arti berhiaskan senyum manis dari bibir yang munggil. Tapi ketika sedang bersama, ia pun masih menyapa dan menerima telpon - telpon dari pria lain dengan ramah dan menggoda, " Sorry, mereka temen - temen gua yang mo ngajak bisnis - bisnis bagus yang menjanjikan....dan ......menyenangkan .... serta.....akan mempertemukanku dengan client - client hueebaaattt ....".Lalu dengan enteng segera menemui mereka - mereka, dan saya ditinggalkan begitu saja. Lebih baik itu jadi kencan pertama dan terakhir. Saya terlalu baik untuk mendapat manusia dengan mental murahan yang tidak memahami arti perasaan. Manusia seperti itu pasti hanya mementingkan pemenuhan ego-nya semata dalam banyak aspek kehidupan. Tidak, wanita macam itu hanya pantas mendapatkan 'pria borju pencari kehangatan sesaat, yang sesuai dengannya.
Kepintaran dan wawasan yang ia miliki hanya menjadi sarana perdebatan yang tak berakhir untuk segala bidang. Koreksi sana, koreksi sini menempatkan emansipasi tidak pada tempatnya. Memandang wanita bebas menentukan dalam segala hal tanpa batas dan rambu - rambu. Kesibukan - kesibukan untuk meraih karir dan untung, lebih diagungkan daripada menghargai suami dan melayani anak - anak. Anak - anak yang membutuhkan sentuhan kasih tangan ibu, hanya dipercayakan pada pembantu atau baby sitter karena kalkulasi bisnis-nya lebih profitable. Anak - anak yang haus air susu ibu...hanya dipenuhi dengan air susu sapi karena kekhawatiran mengurangi bentuk tubuh dan kecantikannya. Bayi yang menangis di tengah malam karna rindu belai kasih ibu, hanya dinilai penggangu istirahat semata. Setiap pertanyaan anak....hanya dilemparkan kepada pembantu, setiap permohonan perhatian anak.....hanya dilemparkan pada suami. Senyum manis dan keramahan hanya untuk boss dan mitra - mitra bisnis, sementara suami setiap pagi hanya disiapkan sarapan senyum kecut yang menyakitkan. Multi aktifitas disiapkan dengan baik untuk orang lain sampai larut malam, sementara suami hanya dihadiahi kelelahan dan sindiran. Apalagi kalo kebetulan pendapatan suami lebih rendah dibandingkan pendapatannya, maka cibiran sinis yang sangat menyakitkan akan meluncur dalam setiap ucapan dan perbuatannya. Ketika menerima telpon dari suami diangkat dengan penuh keterpaksaan dan tidak ada basa basi, tapi ketika dihubungi oleh teman dan konsumen tampak begitu hangat dan bergembira.
Di rumah ketika bersama suami berpakaian alakadarnya dihiasi bau badan belum mandi dengan parfum asap dapur, sementara ketika bepergian keluar rumah memakai pakaian terbaru mengikuti mode dan trend zaman dengan aroma parfum terwangi dari Perancis.
Emosi yang melanda hadirin di seminar tersebut mereda. Mereka manggut-manggut sambil tersenyum. Masih dia tambahkan, " Saya lebih menghargai jika ia memandikan anak dengan tangannya, membelai kasih anak dengan ikhlas, meminta izin suami ketika hendak keluar rumah, dan bisa menjaga martabat wanita sebagai mahluk mulia. Kedengarannya memang agak rakus, tapi sekali lagi saya katakan bahwa kriteria-kriteria di atas tidak cukup bagi saya. Bukan berarti itu semua buruk, tapi bagi saya itu hanya meliputi sisi luar seorang manusia. Saya sendiri sejak bertahun lalu sudah membiasakan diri untuk menyelusup hingga ke relung terdalam tiap individu yang saya temui. Kemasan yang indah tidak cukup ampuh untuk membuat saya terpesona. Jadi, di tengah desakan handai-tolan untuk mengakhiri 'masa berkabung', saya tetap hati-hati dengan tidak gegabah menerima wanita yang tampak 'sedap' di luarnya. Yang menyedihkan, ternyata masih banyak pria Indonesia yang terjebak dalam arus budaya kemasan, yaitu menilai lawan jenis mereka berdasarkan variabel-variabel fisik seperti saya sebut di atas. Tiap individu pasti punya standard berbeda, tapi alangkah indahnya jika itu bukan hanya bersifat yang fisik saja. Saya berkhayal, satu hari nanti pria Indonesia berani memilih wanita yang memuliakan martabatnya.
Pria adalah Pilar Kehormatan Bangsa. Di tangannya tersimpan kewajiban untuk memahat bangsa ini -lewat isteri dan anak-anaknya menjadi lebih baik atau buruk. Jika pria Indonesia menyatukan tangan dan berkomitmen untuk menjaga martabat dan kemuliaan wanita yang ada di balik kemasan-kemasan luar, betapa indahnya anak-anak bangsa yang akan lahir dari rahim isteri kita !